Di tengah hiruk-pikuknya aktivitas dan produktivitas manusia, masyarakat Hindu di Bali memiliki tradisi perayaan Hari Raya Nyepi, yang dirayakan untuk menyambut datangnya Tahun Baru Saka yang dimulai dengan menyepi. Nyepi berasal dari kata ‘sepi’ yang berarti sunyi, senyap, lenggang, dan tidak ada kegiatan. Perayaan Hari Raya Nyepi dilaksanakan selama sehari penuh, mulai dari jam 6 pagi hingga jam 6 pagi hari berikutnya. Dalam menyambut Hari raya Nyepi, Umat Hindu melaksanakan serangkaian upacara. Tujuan hakiki rangkaian upacara ini adalah memarisudha bumi, menjadikan alam semesta ini bersih, serasi, selaras dan seimbang. Bebas dari kebatilan, malapetaka, kekacauan sehingga umat manusia sejahtera, terbebas dari penindasan, kebodohan dan kemiskinan. Di Bali, perayaan Tahun Saka ini dirayakan dengan hari raya Nyepi berdasarkan petunjuk Lontar Sundarigama dan Sanghyang Aji Swamandala. Hari Raya Nyepi ini dirayakan pada Sasih Kesanga setiap tahun, yang biasanya jatuh pada bulan Maret atau awal bulan April. Untuk tahun 2023 sendiri, Hari Raya nyepi jatuh di bulan Maret, tepatnya pada tanggal 22.
Penyepian yang dilakukan meliputi Catur Brata Penyepian, yang artinya empat larangan atau pantangan yang wajib dilakukan umat Hindu saat melaksanakan hari raya Nyepi. Empat pantangan tersebut adalah:
Setahun sekali, selama 24 jam, bandara, pelabuhan, serta semua kendaraan berhenti beroperasi. Suara alam yang selama ini tenggelam dalam riuhnya deru mesin kendaraan, pabrik, teriakan, dan hiruk pikuk, mendadak begitu jelas di hari raya Nyepi. Selama perayaan nyepi, emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari aktivitas manusia, seperti dari kegiatan perkantoran, transportasi, dan industri terbukti berkurang, atau dengan kata lain, lingkungan menjadi bebas dari intervensi antropogenik. Pengurangan emisi gas rumah kaca ini memungkinkan terjadinya peningkatan kualitas udara menjadi lebih sehat. Sebagaimana hasil pengukuran kualitas udara yang dilakukan oleh BMKG pada Hari Raya Nyepi tahun 2022, terbukti bahwa terjadi penurunan secara nyata konsentrasi partikulat debu yang bervariasi pada setiap lokasi pada saat Hari Nyepi 2022 dibandingkan dengan hari lain. Apabila dibandingkan dengan hasil pengukuran konsentrasi partikulat debu oleh DLHK Bali periode data tahun 2020 – Februari 2022, penurunannya mencapai 47.07%. Pada saat Hari Nyepi dimana seluruh aktivitas manusia tereduksi, konsentrasi udara menjadi lebih baik. Hal ini ditandai dengan menurunnya konsentrasi partikel debu (TSP) di udara.
Selain itu, melansir dari tulisan Wiratmaja Puja, Staf Ahli Menteri ESDM di laman Detik News, dalam 24 jam pelaksanaan Nyepi juga terjadi penurunan penggunaan listrik sebesar 50% atau sebesar 340 MW. Hal itu berarti PLN dapat berhemat biaya subsidi listrik sekitar Rp 1,2 miliar selama Nyepi. Karena selama nyepi tidak ada kendaraan yang beroperasi, penghematan penggunaan BBM juga cukup tinggi, yaitu sebesar 12 miliar. Pemerintah dapat menghemat subsidi BBM untuk premium dan solar sebesar Rp 12 miliar. Selain itu, lantaran Indonesia juga mengimpor BBM, maka pada hari itu juga negara berhemat devisa sekitar Rp 52 miliar. Sedangkan total penghematan LPG bersubsidi dalam tabung 3 kg dan 12 kg masing-masing mencapai 575 ton dan 92 ton. Dengan subsidi LPG 3 kg sebesar Rp 2.415/kg, maka selama Nyepi penghematan subsidi LPG adalah Rp 1,4 miliar. Sedangkan devisa yang bisa dihemat adalah sekitar Rp 5 miliar. Dampak positif yang lainnya adalah pengurangan polusi dari emisi gas karbondioksida (CO2) ke udara. Pembakaran BBM per liter akan menghasilkan gas CO2 sebesar 2,7 kg, sedangkan pembakaran LPG per 1 kilogram akan menghasilkan 3 kg gas CO2. Sehingga selama hari Nyepi, terjadi penurunan 23,9 ribu ton emisi gas karbondioksida.
Tak heran bila Hari Raya Nyepi kemudian menjadi inspirasi bagi Persatuan Bangsa Bangsa terutama UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change) untuk membuat gerakan World Silent Day, yang dilaksanakan pada tanggal 21 Maret setiap tahunnya. Gagasan pengadaan World Silent Day bermula saat pertemuan konferensi lingkungan hidup internasional UNFCCC tahun 2007. Melalui konferensi tersebut, UNFCCC bersama gabungan lembaga masyarakat di Bali mengumpulkan 10 juta tanda tangan dan akhirnya World Silent Day resmi menjadi hari internasional ketika disahkan oleh PBB. World Silent Day (WSD) diperingati dilaksanakan sebagai panggilan bagi umat manusia untuk merenungkan dan menciptakan keseimbangan harmoni alam. World Silent Day mendorong kontribusi individu dari semua bangasa, agama, dan ras untuk mengurangi emisi dan melakukan pendekatan ekologis untuk mencapai keberlanjutan. Biasanya pada World Silent Day, dilakukan penghentian penggunaan listrik, penggunaan kendaraan bermotor dan aktivitas boros sumber daya lainnya selama pukul 10.00-14.00.
Nyepi sebagai suatu ritual keagamaan terbukti mampu memberikan kontribusi nyata bagi penurunan emisi gas rumah kaca dan penggunaan energi tak terbarukan, hingga menjadi inspirasi dunia dalam upaya pengurangan emisi. Pelaksanaan Nyepi telah memperlihatkan betapa penting dan berharganya belajar dari tradisi religius yang ramah terhadap alam, serta dukungan lintas agama dalam pelaksanaannya. Bali yang merupakan pulau kecil, menyerukan pesan amat berharga berkaitan dengan Nyepi, yaitu pentingnya menyatukan hati dan bergandengan tangan menyelamatkan bumi.
Referensi:
- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. (2018). Kearifikan Lokal Nyepi, Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca? https://www.bmkg.go.id/berita/?p=kearifan-lokal-nyepi-penurunan-emisi-gas-rumah&tag=berita-utama&lang=ID.
- BOC Indonesia. (2010). Worlds Silent Day: Silence For A Golden Earth. https://www.boc.web.id/world-silent-day-silence-for-a-golden-earth/.
- Puja, IGN Wiratmaja. (2014). Hari Nyepi dan Gerakan Hemat Energi. https://news.detik.com/kolom/d-2540781/hari-nyepi-dan-gerakan-hemat-energi.
- Putranti, Christiana Welda. (2021). “Bergerak” dan “Berhenti”: Pertobatan Ekologi sebagai Respon Darurat Ekologi di Asia. Aradha, 1(1).
0 Komentar